Ayub 9:17_Amsal 25:11

Tokoh Ayub terkenal dengan penderitaan hidupnya yang ber-tubi². Sepuluh anaknya, harta benda, serta ternaknya lenyap seketika. Pada momen ini Ayub masih mampu berkata, ”Tuhan yang memberi, TUHAN yang mengambil!” Situasi semakin memburuk ketika ia tertimpa sakit kulit yang menjijikkan di sekujur tubuhnya. Celakanya sang istri justru melemahkan imannya agar ia mengutuki Tuhan. Dalam kondisi seperti ini pun, Ayub tetap mendeklarasikan imannya, ”Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima apa yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk!”

Datanglah ketiga sahabatnya dan mulai menganalisa malapetaka yang tanpa henti, dan mulai berpikir, “Something wrong!” Mereka menuduh ada dosa yang disembunyikan Ayub dengan berbasis pada teologia yang mereka pahami. Mereka tidak memiliki ketajaman mata rohani yang menembus alam roh di mana Iblis beperkara dengan Tuhan tentang kesalehan Ayub. Demikianlah mereka berkata, “Masakan Allah membengkokkan keadilan dan kebenaran kalau engkau bersih dan jujur, maka tentu Ia akan bangkit demi engkau.” Tuduhan ini melukai hati Ayub melebihi penderitaan jasmaninya. Ayub berkata, “Berapa lama lagi kamu menyakitkan hatiku, dan meremukkan aku dengan perkataan?”

Dalam tiga bulan ini, saya mengalami seperti Ayub dengan berbagai musibah ber-tubi² yang hampir tidak masuk akal. Lalu dengan entengnya seorang sahabat berkata, ”Kamu tidak berdoa kali.” Saya membantahnya, dan berkata, “Satu jam sehari.” Perkataan yang mengesalkan ini membuka mata rohani saya tentang pentingnya memiliki kuasa perkataan yang membangun orang lain. Di tengah situasi yang sulit dan menantang iman kita untuk tetap tegak di tengah hantaman badai yang mengamuk, yang kita butuhkan adalah perkataan² yang membangun, bukan analisa teologia ketiga sahabat Ayub, ataupun tuduhan yang berbasis, “Something wrong with you.”

Terlepas apakah Ayub menyembunyikan dosa, ataupun pertanyaan yang meragukan kehidupan doa saya, kita tidak memiliki hak untuk menjadi juri atas kehidupan rohani seseorang. Penghakiman adalah hak Tuhan. Amsal berkata, “Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak.” Sebuah kombinasi paduan warna yang indah, menarik, dan berharga. Jauhkan apel busuk dan pinggan yang suram dari dalam mulut kita ketika kita melihat saudara seiman yang sedang mengalami ujian iman. Sebagai orang percaya, seharusnya kita memberikan penghiburan dan memperkatakan sesuatu yang menguatkan saudara kita yang sedang tertimpa masalah. Sampaikan perkataan yang membangun sesama kita, bukan yang merusak mereka. Biarlah kata² kita penuh hikmat sehingga bisa menjadi berkat bagi sesama dan bukan menjadi batu sandungan. Bagaimana kita membangun kehidupan keluarga bahagia, mari kita saling mendukung dan saling mengingatkan, tidak ada kekuarga yang seteril dengan masalah, tapi Tuhan mau melalui masalah entah pribadi, entah keluarga, kita lebih mengenal Dia (Allah). Menemukan Tuhan dalam setiap masalah memberikan arti kehidupan yang lebih berarti. Satu diskusi ketika pelayanan liturgi penguburan ke Tanjung Merawa Tiga Nderket beberapa Mamre, Pt. Bp.Ami Kaban, Bp. Cio Ginting (Terpuk Pemere) tentang makna kehidupan keluarga merasa penting di Mamre GBKP Km 8 sharing keluarga bagaimana seorang suami, seorang ayah, seorang kepala rumah tangga mampu menjadi kompas kehidupan keluarga. Dalam diskusi ada usul, sentabi Pt. Em. Ita Apulina Ginting, semestinya mendapat aword, yang patut kita mohonkan menjadi pembicara sharing PA Mamre bahkan gabungan dengan Moria. Agar setiap keluarga mampu melewati pergumulan hidup walau seberat apapun seperti Ayub

*realisasikan diskusi PA ini suatu saat*maaf kepada Pt. Em. Bp. Itaapulina Ginting dan nora ini yang kami lihat bersedialah menjadi narasumbernya*Selamat pagi*terus setia dan melakukan 10 hari berdoa kita (Pekan doa)*belajar protokol new normal era*Tuhan Yesus Memberkati*

Pdt. Obet Ginting dan keluarga.